Sabtu, 08 Juli 2017

# Animated Movie # Disney

Corat-Coret Moana: About True Self and Cultural Heritage

"See the light where the sky meets the sea
It calls me.
And no one knows
How far it goes."

"If the wind in my sail on the sea
Stays behind me
And no one knows
How far I'll go." - Moana (Disney's Moana, Walt Disney Picture, 2016)

Pasti pada hapal lagu ini, 'kan?

Yup. So do I.

Di penghujung tahun 2016 kemarin, Walt Disney merilis film animasi berjudul 'Moana'. It's another Disney Princess, bisa dibilang kayak gitu. Moana sendiri adalah film tentang seorang gadis bernama sama yang berjuang mengarungi luasnya samudera demi mengembalikan 'jantung' pulau induk (Te Fiti) sekaligus mengembalikan tradisi asli suku Polynesia: berlayar.

Poster film Moana (cr: google)




Moana (voiced by Auli'i Cravalho) adalah putri kepala suku Motunui yang sangat suka lautan. Waktu dia masih kecil, Samudera memilihnya untuk mengembalikan sebuah batu zamrud bulat yang bersinar terang ke pulau Te Fiti. Batu itu telah diceritakan oleh neneknya, Tala, dari ia kecil sampai besar.

Moana. She's pretty, rite? (cr: google)

Namun, ayahnya melarang keras keinginan Moana untuk bermain di lautan lepas. Hingga suatu ketika, saat ia dewasa, pulau tempatnya tinggal mulai sakit. Neneknya kembali mengingatkan Moana saat Samudera memilihnya, dan kemudian menyuruhnya pergi. Sepanjang perjalanannya mengarungi laut lepas dengan zero experience of sailing, Moana bertemu dengan Maui (voiced by Dwayne Johnson), si Demigod bumi dan lautan. Thanks to Maui, Moana belajar melaut, dan secara nggak langsung, menemukan kembali tradisi yang hilang.

When I watched this movie, I fell in love instantly! Baru kali ini ada film Disney Princess yang mengangkat tema pencarian jati diri serta tradisi yang hilang. Well, you know lah, rata-rata film Disney Princess menekankan konsep 'dreams come true' 'true love is a handsome prince' dan 'they are married and live happily ever after' lewat para putri dengan berbagai macam latar. Ada yang dari rakyat jelata kemudian menikah dengan pangeran. Ada juga yang dari lahirnya putri raja kemudian menikah dengan pria biasa. Ada juga yang sama-sama anggota kerajaan, tapi beda dunia, yang satu tinggal di dalam laut satunya lagi tinggal di daratan.

Namun, belakangan konsep itu mulai bergeser seiring berjalannya waktu. Let's take a look on Brave and Frozen. Aku suka konflik dari dua film ini. Yang pertama itu tentang konflik antara ibu dan anak perempuan yang biasanya sering terjadi di mana aja di seluruh dunia. Dan yang kedua itu tentang sisterhood problem. Dan bagusnya lagi, konsep 'true love is a handsome prince' dalam kedua film ini nggak terpakai. Hanya konsep 'true love' yang terpakai.

Emangnya cinta sejati itu harus pangeran tampan berkuda putih gitu? Nay!!! 😜😜😜

Cinta sejati itu bisa dalam bentuk apapun. Cinta Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan kita, cinta orang tua, cinta keluarga dst adalah contoh-contoh lain cinta sejati yang emang murni.

Wait. Aku nggak ngelarang siapapun, terutama cewek-cewek untuk jatuh cinta, tapi bentuk-bentuk cinta sejati di atas itu emang yang paling tinggi bentuknya. Soo, utamakan yang kubilang di atas baru ke cowok yaa, gals 😁😁

Moana ini beda. Nggak ada cinta-cintaannya di sepanjang durasi film. Maui hadir sebagai guru bagi Moana. Dan Maui belajar dari Moana untuk menjadi dirinya sendiri, tak peduli apapun tentang masa lalumu. Dari sini, aku juga belajar untuk menjadi diri sendiri, nggak peduli tentang track record kita di masa lalu. Masa depan itu kita yang menentukan. So, dealing with our past then moving on to the future to be a better person is important. It makes you, you.

Satu hal lagi tentang Moana yang kusuka: cultural heritage. Suku Polynesia terkenal dengan tradisi mereka yang berlayar dari satu pulau ke pulau lain demi menemukan tempat baru untuk dieksplorasi, bahkan tinggal di sana. Mereka penduduk nomaden. Tapi, di film, mereka yang nomaden harus mentap di satu pulau karena banyaknya roh jahat yang menghantui para pelaut setelah jantung Te Fiti hilang. Dan beratus tahun kemudian, Moana-lah yang mengembalikan tradisi itu, and she's proud of it.

This is an important lesson for us. Di zaman ini, terutama di Indonesia, nggak sedikit generasi milenial mulai melupakan adat istiadat, tradisi bahkan budaya mereka. Kita tinggal di negeri yang punya banyak ragam tradisi, adat istiadat dan budaya. There are thousands of tribes and mother tongues in this nation, even some of them are starting to disappear. Dulu, generasi muda Indonesia menjunjung tinggi yang namanya budaya ketimuran, tradisi serta adat istiadat dari budaya mereka. Makanya pada sopan-sopan semua pas gede.

Generasi milenial sekarang? Sopan ke orang tua aja nggak, malu pun nggak tau di bawa kemana. 😒😒😒

Makanya, aku mau kita belajar dari Moana. Meskipun dia ini cewek, tapi dia berani menemukan jati diri serta tradisi yang hilang. Kita boleh aja sih suka sama produk-produk luar negeri, dengerin lagu2 asing, belajar bahasa asing, etc. Tapi, kita tetap nggak boleh lupakan jati diri kita. No matter where we stand, kita tetap harus ingat siapa diri kita. Dan tetap jaga budaya kita dimanapun kita pergi. Karena lewat budaya dan adat istiadat pula dunia mengenal Indonesia sebagai negara yang kaya secara kultural.

So, dear youth, be yourself no matter where you are. Don't ever forget your cultural heritage because cultural heritage also makes you, yourself. 😄😄😄😄

Tidak ada komentar:

Posting Komentar